Sabtu, 17 Julai 2010

alaudin

“Dalam keadaan depresi, engkau harus banyak beristighfar (memohon ampunan Allah), dan dalam keadaan bergembira, harus banyak bersyukur kepada Allah swt”

“Sebagai pertimbangan kedua keadaan ini, kontraksi (menciut) dan ekspansi (mengembang), adalah arti dari wuquf zamani”.

“Aku diberi kekuatan oleh Syaikhku, Syah Naqsyband, sedemikian rupa sehingga bila Aku ingin memfokuskan setiap orang di alam semesta ini, Aku akan mengangkat mereka semua ke tingkat ihsan.” “Niat dalam berkhalwat adalah untuk meninggalkan segala hubungan duniawi dan mengarahkan diri kepada Kebenaran Surgawi”

“Dikatakan bahwa para pencari dalam pengetahuan eksternal harus memegang teguh Tali Allah , sedangkan para pencari pengetahuan internal harus terikat kuat kepada Allah”

Tingkat Kefanaan

“Ketika Allah membuatmu lupa akan kekuatan duniawi maupun Kerajaan Surgawi, itu adalah Kefanaan yang Mutlak. Dan Jika Dia membuatmu lupa akan Kefanaan yang Mutlak itu, itu adalah Inti dari Kefanaan yang Mutlak.”

Perilaku yang Benar

“Kalian harus berada pada tingkat yang sesuai dengan orang-orang disekitarmu dan menyembunyikan keadaanmu yang sebenarnya dari mereka, karena Rasulullah bersabda, ‘Aku telah diperintahkan untuk berbicara kepada orang-orang sesuai dengan apa yang bisa dimengerti oleh hati mereka.’” “Waspadalah dalam menyakiti hari para Sufi.

Jika engkau menginginkan persahabatan mereka, pertama kalian harus belajar bagaimana bertingkah laku di hadapan mereka. Kalau tidak kalian akan menyakiti diri sendiri, karena jalan mereka adalah jalan yang paling lembut. Disebutkan bahwa, ‘Tidak ada tempat di Jalan Kami bagi orang-orang yang tidak mempunyai perilaku yang baik.’”

“Jika kalian berpikir bahwa kalian telah berperilaku baik berarti engkau salah, karena memandang dirimu baik adalah suatu kesombongan.”

Mengenai Ziarah Kubur

“Manfaat yang dapat dipetik dari ziarah ke makam Syaikh kalian tergantung dari pengetahuanmu tentang mereka.” “Berada di dekat makam orang-orang yang shaleh mempunyai pengaruh yang baik terhadap dirimu, walaupun lebih baik untuk mengarahkan dirimu kepada jiwa mereka dan hal itu bisa membawa pengaruh spiritual yang tinggi”

“ Rasulullah saw bersabda, ‘Kirimkanlah do’a kepadaku di mana pun engkau berada.’ Ini menunjukkan bahwa kalian dapat mencapai Rasulullah saw di mana pun kalian berada, dan itu juga berlaku untuk semua Walinya, karena mereka mendapat kekuatan dari Rasulullah saw”

“Adab, atau perilaku yang benar dalam berziarah adalah dengan mengarahkan dirimu kepada Allah dan membuat jiwa-jiwa ini sebagai jalanmu (wasilah) menuju Allah, merendahkan hatimu kepada Ciptaan-Nya”

“ Kalian merendahkan hati secara eksternal kepada mereka dan secara internal kepada Allah. Menunduk di hadapan orang lain tidak diizinkan kecuali kalian memandang mereka sebagai perwujudan Tuhan. Dengan demikian kerendahan hati itu tidak diarahkan kepada mereka, tetapi diarahkan kepada Tuhan yang tampak dalam diri mereka, dan itulah Tuhan.”

Dzikir yang Terbaik

“Jalan untuk berkontemplasi (merenung) dan meditasi lebih tinggi dan lebih sempurna daripada berdzikir dengan kalimat la ilaha illallah. Para pencari, melalui kontemplasi dan meditasi (muraqabat), dapat meraih pengetahuan internal dan mampu memasuki Kerajaan Surgawi. Dia akan diberi kekuasaan untuk melihat Makhluk Allah dan mengetahui apa yang terlintas dalam benak mereka, bahkan gosip atau bisikan terkecil dalam hatinya pun dapat diketahuinya. Dia akan diberi kekuasaan untuk mencerahkan hati mereka dengan cahaya inti dari inti tingkat Ke-Esaan”

Melindungi Hati

“Diam adalah keadaan terbaik, kecuali dalam tiga kondisi: kalian tidak boleh berdiam diri dalam menghadapi gosip buruk yang menyerang hatimu, kalian tidak boleh berdiam diri dalam mengarahkan dirimu untuk mengingat Allah, dan kalian tidak boleh berdiam diri ketika pandangan spiritual dalam hatimu memerintahkan untuk bicara”

“Melindungi hatimu dari pikiran jahat sangatlah sulit, dan Aku melindungi hatiku selama 20 tahun dengan tidak membiarkan ada satu godaan pun yang memasukinya”

“Amalan terbaik dalam Thariqat ini adalah menghukum godaan dan gosip di dalam hati”

“Aku tidak senang terhadap beberapa murid, karena mereka tidak berusaha untuk menjaga keadaan pandangan spiritual yang muncul kepada mereka”

Cinta terhadap Syaikh

“Jika hati para pengikut (murid) dipenuhi dengan cinta terhadap Syaikh, maka cinta ini mengalahkan semua cinta dalam hatinya, sehingga hati itu dapat menerima transmisi Pengetahuan Ilahi, yang tidak berawal dan tidak berakhir”

“Murid harus menceritakan semua keadaannya kepada Syaikhnya, dan dia harus merasa yakin bahwa dia tidak akan mencapai tujuannya kecuali melalui kepuasan dan cinta Syaikhnya”

“Dia harus mencari kepuasan itu dan dia harus tahu bahwa semua pintu telah terkunci, internal dan eksternal, kecuali satu pintu, yaitu Syaikhnya. Dia harus mengorbankan dirinya demi Syaikhnya”

“Walaupun dia telah mempunyai pengetahuan tertinggi dan mujahada (kapasitas untuk berusaha) yang paling tinggi, dia harus meninggalkan semuanya dan sadar bahwa dia tidak ada artinya di hadapan Syaikhnya”

“ Para pencari harus memberikan otoritas penuh kepada Syaikh dalam segala urusannya, baik religius maupun duniawi, sedemikian sehingga dia tidak mempunyai keinginan selain keinginan Syaikhnya” “Tugas Syaikh adalah melihat aktivitas murid sehari-hari, memberi nasihat dan memperbaiki dirinya dalam kehidupan dan agamanya serta menolong mereka untuk menemukan jalan terbaik untuk mencapai realitasnya”

“Mengunjungi Awliya adalah suatu Sunnah Wajiba, yaitu suatu kewajiban setiap pencari, paling tidak setiap hari, atau setiap hari lainnya, dan senantiasa menjaga batas dan kehormatan antara dirimu dengan Syaikh”

“Jika jarak antara kalian dengan Syaikh cukup jauh, kunjungilah beliau paling tidak sekali sebulan atau dua bulan sekali agar hubungan kalian tidak terputus, Janganlah kalian puas hanya tergantung pada koneksi antara hatimu dengan hati mereka”

“Aku memberi jaminan kepada setiap pencari dalam thariqat ini, jika dia meniru Syaikh dengan hati yang tulus, pada akhirnya dia akan menemukan realitasnya”

“Syah Naqsyband memerintahkan Aku untuk meniru beliau dan apa pun yang Aku lakukan untuk meniru beliau, sehingga dengan segera Aku dapat memetik hasilnya.”

“Namun demikian beliau juga memperingatkan, Para Guru dalam thariqat kita tidak dapat dikenali kecuali dalam Maqam yang Penuh Warna dan Perubahan (Maqam at-Talwin). Siapa pun yang meniru tingkah laku mereka dalam maqam itu, dia akan berhasil, namun demikian, barang siapa yang meniru tingkah laku mereka dalam Maqam Ihsan, maqam yang penuh kesempurnaan, dia akan tersesat. Dan dia hanya akan selamat dari penyimpangan itu jika gurunya memberi rahmat dan mengungkapkan Realitas dari Maqam itu kepadanya.”

“Maqam yang Penuh Warna dan Perubahan adalah tempat di mana para pencari berjuang keras dengan puasa, ibadah, khalwat, dan dengan mempertahankan cinta dan penghormatannya kepada gurunya dari satu kesulitan kepada kesulitan yang lain”

“Meniru gurunya dalam tahap ini akan mendatangkan keberhasilan, karena gurunya sangat ahli dalam semua urusan ini. Namun, jika dia meniru gurunya ketika sedang berada dalam Maqam Kesempurnaan, dia akan berada dalam bahaya, seperti halnya ketika dia ingin terbang tanpa mengembangkan sayapnya lebih dahulu”

Perjalanan Pencarian

“ Penting sekali bagi para pencari untuk mendaki gunung sebelum dia menikmati pemandangan di puncak. Untuk mendaki gunung, para pencari harus melakukan perjalanan dari dunia yang rendah menuju Kehadirat Ilahi. Dia harus menempuh perjalanan dari dunia ego yang penuh realitas sensual menuju kesadaran jiwa akan Realitas Ilahi”

“ Untuk membuat kemajuan dalam perjalanan ini, para pencari harus membawa gambaran mengenai Syaikhnya (tasawwur) ke dalam hatinya, karena itu merupakan jalan terkuat untuk melepaskan seseorang dari genggaman rasa”

“Dalam hatinya Syaikh menjelma menjadi cerminan dari Inti yang Mutlak. Jika dia berhasil, maka ia akan tiba dalam keadaan ghayba atau “absen” dari dunia yang penuh rasa, dan akan tampak pada dirinya. Untuk mengukur bahwa keadaan ini semakin meningkat dalam dirinya,

murid merasakan ketertarikan terhadap rasa duniawi akan melemah dan hilang, lalu pada dirinya mulai tampak Maqam Kehampaan Mutlak dalam merasakan hal-hal yang lain selain Allah” “Tingkat paling tinggi dari maqam ini disebut Maqam Pemusnahan (fana'). Syah Naqsyband menasihati muridnya, “Ketika Aku mengalami keadaan tanpa kesadaran, tinggalkanlah Aku sendiri dan serahkan dirimu pada keadaan itu dan terimalah haknya atas diri kita”

“Mengenai perjalanan ini, Syaikh Alauddin berkata kepada muridnya, Jalur terpendek menuju sasaran kita yaitu Allah, adalah saat Allah menghilangkan sekat dari Inti Wujud Ke-Esaan-Nya yang tampak pada semua makhluk ciptaan-Nya”

“Dia melakukan hal ini dengan Maqam Penghapusan (ghayba) dan Peleburan dalam Ke-Esaan-Nya yang Mutlak (fana'), sampai Inti Kemegahan-Nya mulai tampak dan menghilangkan kesadaran akan segala hal selain Dia Ini adalah akhir dari Perjalanan Mencari Allah dan awal dari Perjalanan yang lain” “Pada akhir Perjalanan Pencarian dan Keadaan yang Penuh Daya Tarik muncullah Keadaan Tanpa Kesadaran dan Pemusnahan. Inilah yang menjadi target semua ummat manusia sebagaimana Allah swt berfirman dalam al-Qur’an, “Aku tidak menciptakan Jinn dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” Ibadah di sini maksudnya adalah Pengetahuan Yang Sempurna (Ma’rifat)”

Wafatnya “Pada tanggal 2 Rajab 802 H, Syaikh Alauddin berkata, “Aku akan meninggalkan kalian menuju kehidupan yang lain dan tak seorang pun yang dapat menghentikan Aku.”

Shaikh Muhammad Baba as-Samasi

“Para pencari harus selalu berusaha untuk mematuhi Perintah Allah, dan dia harus selalu berada dalam keadaan suci. Pertama dia harus mempunyai hati yang bersih sehingga tidak akan berpaling kepada apa pun kecuali Allah. Selanjutnya dia harus menjaga agar bagian dalam tubuhnya tetap suci, dan tidak diperlihatkan kepada orang lain, Yaitu dengan cara melihat dengan pandangan yang benar” “Kesucian dada (sadr), terdiri atas harapan dan kepuasan terhadap Kehendak Ilahi. Kemudian kesucian jiwa, yang terdiri atas kesederhanaan dan penghormatan yang tinggi. Kemudian kesucian perut dengan hanya memakan makanan yang halal dan pantangan.

Diikuti dengan kesucian badan yaitu dengan meninggalkan keinginan. Diikuti dengan kesucian tangan yang terdiri atas keshalehan dan ikhtiar. Kemudian kesucian dari dosa yaitu dengan menyesali kesalahan yang telah dilakukan. Selanjutnya kesucian lidah, yang terdiri atas dzikir dan istighfar. Kemudian dia harus mensucikan dirinya dari kelalaian dan kealfaan, dengan mengembangkan ketakutan terhadap Akhirat"

“Kita harus selalu beristighfar, berhati-hati dalam segala urusan, mengikuti langkah orang-orang yang shaleh, mengikuti ajaran internalnya, dan menjaga hati dari segala godaan” “Jadilah orang yang terbimbing dengan ajaran Syaikhmu, sebab ajaran itu dapat menyembuhkanmu secara langsung dan lebih efektif daripada membaca buku”

Ketika bersama Syaikhmu

“Kalian harus menjaga asosiasi dengan seorang Wali. Dalam asosiasi itu kalian harus menjaga hatimu dari gosip dan tidak boleh berbicara di tengah kehadirannya dengan suara yang keras, kalian juga tidak perlu menyibukkan diri dengan shalat dan ibadah sunnah ketika sedang bersamanya”

“Jagalah kebersamaanya dalam segala hal. Jangan berbicara ketika mereka sedang berbicara. Dengarkan apa yang mereka katakan. Jangan melihat apa yang mereka miliki di rumah, terutama di kamar dan dapurnya”

“Jangan berpaling kepada Syaikh yang lain tetapi yakinlah bahwa Syaikhmu akan membuatmu tiba di tujuanmu. Jangan menyambungkan hatimu dengan Syaikh yang lain, bisa saja kalian akan terluka karena melakukan hal itu”

“ Tinggalkan apa pun yang telah kalian kumpulkan semasa kanak-kanakmu.”

“Dalam menjaga kehadirat Syaikhmu, kalian tidak boleh menyimpan sesuatu dalam hatimu kecuali Allah SWT dan Nama-Nya”

“Suatu ketika Aku bertemu dengan Syaikhku, Syaikh ‘Ali ar-Ramitani.

Ketika Aku memasuki kehadiratnya, beliau berkata kepadaku,‘Wahai anakku, Aku kirimkan keinginan mi’raj ke dalam hatimu’ Segera setelah beliau mengatakan hal itu beliau menempatkan diriku ke dalam keadaan dengan panorama spiritual, di mana Aku melihat diriku berjalan siang dan malam, dari negriku menuju Masjid al-Aqsa, Aku memasuki masjid dan Aku melihat seseorang yang bepakaian serba hijau di sana. Beliau berkata kepadaku, ‘Selamat datang, kami telah menantimu sejak lama »

Aku berkata, ‘Wahai Syaikhku, Aku meninggalkan negriku pada tanggal sekian. Tanggal berapa sekarang?’ Beliau menjawab, ‘Hari ini adalah 27 Rajab.’ Aku sadar bahwa Aku telah melakukan perjalanan selama 3 bulan untuk mencapai masjid itu, dan yang membuatku terkejut adalah bahwa Aku tiba di malam yang sama dengan malam isra mi’raj Rasulullah

“Beliau berkata kepadaku, ‘Syaikhmu, Sayyid 'Ali ar-Ramitani telah menantimu sejak lama di sini.’ Aku masuk ke dalam, dan Syaikhku sudah siap untuk menjadi Imam dalam rangkaian shalat malam. Setelah menyelesaikan shalatnya beliau menoleh kepadaku dan berkata, ‘Wahai anakku, Aku telah diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk menemanimu dari Masjid Kubah ke Sidratul Muntaha, tempat yang sama di mana beliau mengalami mi’raj.’ Ketika beliau selesai berbicara orang yang serba hijau itu membawa dua makhluk yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Kami menunggangi kedua makhluk tersebut dan mengangkasa. Setiap kali kami naik, kami mendapatkan pengetahuan yang terdapat di tingkat antara Bumi dan Surga itu.”

“Mustahil melukiskan apa yang kami lihat dan kami pelajari dalam mi’raj itu, karena kata-kata tidak bisa mengekspresikan apa yang berhubungan dengan hati, kata-kata tidak bisa mengungkapkannya kecuali dengan merasakan dan mengalaminya sendiri. Kami melanjutkan mi’raj kami sampai tiba di maqam Realitas Rasulullah saw (al-haqiqat al-Muhammadiyya), yang berada di Kehadirat Ilahi. Setelah kami memasuki tingkatan ini, Syaikhku lenyap, Aku pun lenyap. Kami melihat bahwa tidak ada lagi yang eksis di alam semesta ini kecuali Rasulullah saw sendiri. Kami rasa tidak ada yang berada di maqam selanjutnya kecuali Allah swt sendiri “

“Kemudian Aku mendengar suara Rasulullah saw berkata kepadaku, ‘Wahai Muhammad Baba as-Samasi, Wahai anakku, jalur tempat engkau berada adalah jalur yang paling mulia, dan orang-orang yang telah terpilih untuk menjadi bintang dan penunjuk bagi ummat manusia akan diterima di jalur tersebut. Kembalilah, dan Aku akan mendukungmu dengan segala kekuatanku, dan Allah mendukungku dengan Kekuatan-Nya. Layanilah Syaikhmu.”

“Ketika suara Rasulullah saw menghilang, Aku menemukan diriku berdiri di tengah Syaikhku. Itu adalah sebuah karunia yang besar, berada dekat dengan Syaikh yang sangat kuat, yang bisa membawamu ke Kehadirat Ilahi”

Syaikh Syarafuddin ad-Daghestani

Mengenai Sultan adz-Dzikr (Dzikr dalam Hati)

Beliau berkata sehubungan dengan posisi Dzikir dalam Hati:"Siapa pun yang memasuki Posisi itu, dia akan mengalami dan mencapai Inti dari Nama “Allah”. Nama itu adalah Sultan dari seluruh Nama-NamaNya, karena Dia mencakup seluruh makna Nama-Nama tersebut dan kepada-Nyalah seluruh Atribut Ilahi kembali”. “Nama ‘Allah’ bagaikan Kata yang berlaku untuk semua Atribut ini dan itulah sebabnya mengapa Dia disebut Ism al-Jalala, Nama Yang Paling Mulia karena Dia Yang Mahatinggi, Mahasuci, dan Mahabesar.”

“Melalui pemahaman akal saja tidak mungkin bisa memanen buah dari rahasia-rahasia ini. Tubuh manusia tidak dapat mencakup Realitas Makna mengenai Tuhan. Tubuh manusia mustahil mencapai Kerajaan yang Tersembunyi dari Yang Maha Unik. Karena bagi Orang-orang dalam Inti, yang mereka miliki hanya kekaguman dan ketakjuban, sekali mereka memasuki posisi Pengetahuan Yang Tersembunyi, mereka akan tersesat, pergi ke mana-mana. Lalu bagaimana dengan Orang-orang dalam Atribut-Nya, yaitu mereka yang mempunyai kualitas tinggi dan masing-masing menunjukkan sebuah Attribut Ilahi yang disandangkan dan menghiasi mereka? Tetap saja mereka tidak bisa dihiasi dengan Inti dari Nama yang mencakup seluruh Nama, kecuali dengan memasuki Rahasia Yang Tersembunyi dari 99 Nama tersebut. Pada saat itu mereka baru diizinkan untuk meraih posisi Tanpa Sekat terhadap Cahaya dari Nama yang Mencakup seluruh Nama dan Atribut, nama Allah.”

“Jika para pencari terus melakukan Dzikir dengan Nama yang Mahasuci ‘Allah’, dia akan mulai berjalan di tempat Dzikir itu, yang jumlahnya ada tujuh. Setiap pencari yang terus melakukan Dzikir Allah dalam hati, dari 5000 sampai 48.000 kali sehari, akan mencapai tingkat kesempurnaan sehingga dia akan menjadi sempurna dalam Dzikir itu. Pada saat itu dia akan menemukan bahwa hatinya terus mengucapkan nama ‘Allah, Allah. Allah’ tanpa perlu menggerakkan lidah. Dia akan membangun kekuatan internal dengan membakar kotoran di dalamnya karena Api Dzikir melalap semua pengotor. Tidak ada yang tersisa kecuali permata yang bersinar dengan kekuatan spiritual”

“Begitu Dzikir memasuki dan menjadi kokoh dalam hatinya, dia akan meningkat lagi mencapai keadaan di mana dia bisa mengetahui Dzikir yang dilakukan oleh seluruh ciptaan Allah. Dia akan mendengar seluruh makhluk mengucapkan kalimat Dzikir dengan cara yang telah ditetapkan oleh Allah kepadanya. Dia mendengar setiap makhluk berdzikir dengan nada masing-masing dan irama yang berbeda satu sama lain.

Pendengarannya terhadap yang satu tidak mempengaruhi pendengarannya terhadap yang lain, dia mampu mendengar semua secara simultan dan dia bisa membedakan masing-masing jenis Dzikir”

“Ketika para pencari melewati tingkat itu, dia akan mengalami peningkatan lebih jauh dalam Dzikirnya, dia akan melihat bahwa setiap orang yang diciptakan oleh Allah melakukan Dzikir yang sama dengan dirinya. Pada saat itu dia akan menyadari bahwa dia telah mencapai Kesatuan Yang Unik dan Sempurna. Semua melakukan dzikir yang sama dan menggunakan kata-kata yang sama. Segala macam perbedaan akan terhapus dari pandangannya, dan dia akan melihat semua orang yang bersamanya mempunyai tingkatan yang sama dengan Dzikir yang sama pula. Ini adalah Tingkat Penyatuan Setiap Orang dalam Satu Kesatuan. Di sini dia akan menarik semua bentuk Syirik yang tersembunyi sampai ke akar-akarnya dan semua makhluk akan tampak sebagai Satu Kesatuan. Ini adalah langkah pertama dari tujuh langkah dalam perjalanannya”

“Dari Tingkat Kesatuan dia akan menuju ke Tingkat Inti dari Kesatuan, di mana setiap orang yang Ada menjadi Tidak Ada, dan hanya Kesatuan Allah saja yang tampak”

“Kemudian dia akan menuju Tingkat Primordial dari Kesederhanaan Yang Sempurna, di mana dia bisa tampil dalam wujud apa saja Dari sana dia akan menuju Tingkat Kunci dari Rahasia, yang dikenal dengan Tingkat Nama-Nama, di mana tipe asli dari setiap makhluk ditunjukkan kepadanya dari alam ghaib menuju dunia yang nyata. Ini akan membuatnya berenang dalam orbit Nama-Nama dan Segala Atribut dan dia akan mengetahui semua Pengetahuan Yang Tersembunyi”

“Selanjutnya dia akan menuju Tingkat Yang Tersembunyi dari Yang Tersembunyi, Inti dari semua Yang Tersembunyi. Dia akan mengatahui semua Yang Tersembunyi melalui Kesatuan yang Unik dari Inti. Dia akan melihat semua kekuatan dan bentuknya”

“Dari sana dia menuju tingkat Realitas Sempurna dari Inti Nama-Nama dan Semua Aksi. Dia akan muncul di dalamnya, dalam atom mereka dan dalam totalitas mereka. Dia akan disandangkan dengan Nama Yang Paling Agung dan dia akan diagungkan dan dimahkotai dengan Tingkat Kebesaran”

"Kemudian dia akan menuju ke Tingkat Turunnya Allah (munazala) dari Tingkatan-Nya yang Agung ke Tingkat Surga Dunia. Dia sampai pada Tingkat itu, yang terdekat dengan Tingkat Keduniaan, di luar itu para Pembaca Dzikir tidak mempunyai Tingkat lain untuk dicapai melalui bacaannya”

“Fajar datang ke dalam dirinya dan Mentari Kesempurnaan tampak dalam diri dan tubuhnya, karena hal itu telah tampak melalui Dzikir yang dilakukan dalam hati dan jiwanya. Sebagai hasilnya, ketika Mentari Kesempurnaan tampak pada tubuh dan seluruh anggota tubuhnya, dia akan berada di Tingkat yang telah disebutkan dalam sabda Rasulullah saw, “Allah swt akan menjadi Telinga yang dipakainya untuk mendengar, Mata yang dipakainya untuk melihat, Lidah untuk berbicara, Tangan untuk menggenggam, dan Kaki untuk melangkah.” Kemudian dia akan mendapati dirinya dan menyatakan kepada dirinya bahwa, ‘Aku tidak berdaya dan sungguh lemah.’ Karena pada saat itu dia telah memahami makna Kekuatan Ilahi”

“Setiap beliau dimintai nasihat jika beliau berkata, ‘Lakukan apa yang kamu suka’, maka orang itu tidak akan pernah berhasil. Tetapi bila beliau berkata, ‘Lakukan ini dan lakukan itu’, maka orang tersebut akan berhasil” “Konon beliau tidak pernah menyebutkan sesuatu yang telah berlalu. Beliau tidak pernah menerima suatu gunjingan dan akan mengusir para pelaku dari asosiasinya. Dilaporkan pula bahwa setiap kali orang duduk dalam asosiasinya, mereka akan merasakan bahwa kecintaan terhadap dunia akan lenyap dari hati mereka. Beliau sering mengatakan, “Jangan duduk tanpa berdzikir, karena kematian selalu mengikutimu”

“Beliau berkata, ‘Peristiwa yang paling membahagiakan bagi ummat manusia adalah ketika dia meninggal, karena ketika dia meninggal, dosanya juga ikut mati bersamanya” “Bagaimana mungkin aku memotong pohon yang masih hijau ketika dia sedang berdzikir, mengucapkan la ilaha illallah? Aku lebih suka mengumpulkan dahan-dahan mati, dan tidak membakar cabang-cabang pohon yang sedang berdzikir.” “Beliau berkata, ‘Setiap pencari yang tidak membiasakan diri dan melatih dirinya untuk berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk beribadah dan melayani saudaranya, dia tidak akan memperoleh kebaikan dalam Thariqat ini”

Menghilangkan Karakter Buruk

“Ketika kamu pertama kali datang kepadaku, Aku melihatmu dan menemukan karakter buruk dalam dirimu. Setiap orang mempunyai karakter baik yang bercampur dengan karakter buruk. Ketika kamu melakukan bay’at seluruh perbuatan buruk yang telah kamu lakukan sebelumnya, Aku ganti dengan perbuatan baik. Kecuali dua hal, yaitu keinginan seksual dan kemarahan. Minggu lalu kami hilangkan kedua karakter buruk itu dari dirimu.’ Ketika beliau mengucapkan hal itu, Aku sadar bahwa beliau telah duduk bersamaku dan melihat keinginan seksual dan kemarahanku, Aku mulai menangis, menangis, dan menangis. Setelah dua jam aku menangis, beliau berkata, ‘Cukup! Allah swt telah mengampunimu, Rasulullah saw juga telah mengampunimu.’ Aku berkata, ‘Wahai Syaikhku, apakah engkau benar-benar mengampuniku? Apakah Rasulullah telah mengampuniku? Apakah Allah telah mengampuniku? Apakah para Masyaikh yang matanya selalu mengawasiku telah mengampuniku? Dulu Aku berpikir bahwa Aku melakukan perbuatan itu sendirian, tetapi sekarang Aku tahu bahwa engkau semua melihatku”

“Beliau berkata, ‘Wahai anakku, kita adalah hamba-hamba yang berada di depan pintu Rasulullah saw dan di depan pintu Allah swt. Apapun yang kita minta dari Mereka, Mereka akan menerima permintaan kita karena kita berada dalam kehadiratnya dan kita adalah Satu.’ Aku berkata, ‘Sebagai suatu itikad baik, karena Aku telah diampuni, bagaimana Aku bisa bersyukur kepada Allah dan memberi kehormatan kepadamu dan kepada Rasulullah saw? Apakah dengan jalan merayakan mawlid (Kelahiran Rasulullah saw), atau berkurban, atau mengeluarkan sedekah lainnya?’ Beliau berkata, ‘Apa yang kami inginkan darimu adalah agar kamu senantiasa melakukan dzikir thariqat Naqsybandi”

Nasehat beliau Ketika Didalam Penjara

“Aku diutus ke sini untuk membawa rahasia orang banyak, orang-orang yang dipenjarakan tanpa sebab. Aku memberi dukungan kepada orang-orang ini. Allah swt mengutusku ke sini, karena kamu semua berkumpul di sini, dan sangat sulit mencapai kalian. Saya berada di sini untuk mengucapkan salam perpisahan kepadamu, karena kami segera akan meninggalkan dunia ini. Kami akan mengantarkan kepadamu rahasia-rahasia kamu. Bagi kami tidak ada istilah penjara, kami selalu berada dalam Kehadirat-Nya dan kami tidak pernah terpengaruh dengan penjara. Kalian semua akan meninggal beberapa saat lagi tetapi kalian akan bertemu lagi, ketika seorang tokoh penting meninggal barulah kalian semua akan bertemu kembali”

Rahasia Surat al-An’am

“Selama tiga bulan Aku telah menyelami Samudera Surat al-An'am untuk mengeluarkan seluruh nama dari Thariqat Naqsyabandi yang berjumlah 7007 dari salah satu ayatnya. Alhamdulillah, Aku berhasil mendapatkan nama-nama mereka beserta seluruh gelarnya dan Aku telah mencatatnya pada catatan harianku yang Aku berikan kepada penerusku, Syaikh 'Abdullah Faiz ad Daghestani. Dia berisikan nama-nama seluruh Wali dari beragam kelompok yang akan ada pada masanya Imam Mahdi as”

Wasiat "Wahai anakku, inilah wasiatku. Aku akan pergi dalam dua hari ini.Atas perintah Rasulullah saw, Aku menunjukmu sebagai penerusku dalam Thariqat Naqsyabandi, bersamaan dengan lima thariqat lain yang telah Aku terima dari pamanku. Seluruh rahasia yang pernah diberikan padaku dan seluruh kekuatan yang telah disandangkan kepadaku dari para pendahuluku di Thariqat Naqsyabandi dan kelima thariqat lainnya, kini kusandangkan kepadamu. Seluruh pengikut yang engkau bay’at di Thariqat Naqsyabandi, juga dengan sendirinya akan di-bay’at di lima thariqat lainnya dan juga akan mendapatkan rahasia mereka. Segera, akan datang kepadamu perintah untuk meninggalkan Turki dan pergi menuju Damaskus (Syam asy-Syarif) [yang pada saat itu amatlah sulit untuk dicapai karena peperangan yang dahsyat]”

Qutb al Tariqa Mawlana Shaykh Bahaudin Naqshabandi Muhammad Uwaysil Bukhari

Kemajuan dan Perjuangannya dalam Thariqat Syah Naqsyband menyatakan, “Suatu saat Aku sedang mengalami ekstase dan tanpa akal pikiran (tidak sadar), berpindah dari sini ke sana, tak menyadari apa yang tengah kulakukan. Kakiku robek dan berdarah karena duri pada saat gelap. Aku merasa diriku ditarik ke rumah Syaikhku, Sayyid Amir Kulal. Saat itu malam sungguh gelap tanpa bulan dan bintang. Udara amat dingin dan Aku tak memiliki apapun kecuali sebuat jubah kulit yang sudah usang. Ketika Aku tiba di rumahnya, Aku menemukan beliau sedang duduk bersama para sahabatnya. Ketika beliau melihatku, beliau berkata kepada para pengikutnya, ’Bawa dia keluar, Aku tak menginginkan dia berada di rumahku.’ Mereka lalu mengeluarkan aku dan aku merasakan ego berusaha menguasaiku, mencoba meracuni kepercayaanku kepada Syaikhku. Pada saat itu hanya Perlindungan Allah dan Rahmat-Nya-lah satu-satunya pendukungku dalam menerima penghinaan ini Demi Allah dan Demi Syaikhku. Lalu Aku berkata pada egoku, ‘Aku tak memperkenankanmu untuk meracuni kepercayaanku terhadap Syaikhku.”

“Aku begitu lelah dan tertekan sehingga Aku merendahkan hati di depan pintu kesombongan, meletakkan kepalaku di bawah pintu rumah guruku, dan bersumpah dengan Nama Allah bahwa Aku tak akan pindah sampai beliau menerimaku kembali. Salju mulai turun dan udara yang begitu dingin menembus tulangku, membuatku gemetar dalam gelapnya malam. Bahkan cahaya rembulan pun tak ada untuk sedikit membuatku merasa nyaman. Aku ingat keadaan tersebut, hingga Aku membeku. Namun cinta akan pintu Ilahi Syaikhku yang ada dalam hatiku, membuatku tetap hangat”

“ Subuh pun datang dan Syaikhku keluar dari pintu tanpa melihatku secara fisik. Beliau menginjak kepalaku, yang masih berada di bawah pintunya. Merasakan adanya kepalaku, dengan segera beliau menarik kakinya, membawaku ke dalam rumahnya dan berkata kepadaku, ’Wahai anakku, kau telah dihiasi dengan pakaian kebahagiaan. Kau telah dihiasi dengan pakaian Cinta Ilahi. Kau telah dihiasi dengan pakaian yang tidak pernah Aku dan Syaikhku kenakan. Allah senang denganmu, Rasulullah senang denganmu, semua Syaikh dari Matarantai Emas senang denganmu”

”Kemudian dengan telaten dan sangat hati-hati beliau mencabuti duri-duri dari kakiku dan membasuh lukaku. Pada saat yang sama beliau menuangkan ilmu pada hatiku yang tak pernah aku alami sebelumnya. Hal ini membukakan suatu pandangan di mana Aku melihat diriku memasuki rahasia Muhammadun Rasul-Allah . Aku melihat diriku memasuki rahasia ayat yang merupakan Haqiqa Muhammadiyya (Realitas Muhammad saw). Hal ini mengantarkan aku untuk memasuki rahasia dari LAA ILAHA ILLALLAH yang merupakan rahasia dari wahdaniyyah (Keunikan Allah swt). Hal ini lalu mengantar aku untuk memasuki rahasia Asma’ Allah dan Atribut-Nya yang dinyatakan dengan rahasia ahadiyya (Ke-Esa-an Allah ). Keadaan-keadaan tersebut tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, hanya dapat diketahui lewat rasa di dalam hati”

“Di awal perjalananku di thariqat ini, Aku biasa berkeliaran di malam hari dari satu tempat ke tempat lainnya di pinggiran kota Bukhara. Sendirian di gelapnya malam, khususnya di musim dingin, Aku mengunjungi pemakaman untuk memetik pelajaran dari yang telah meninggal”

Tentang Berdoa

“Aku akan bangun lebih awal, tiga jam sebelum shalat Fajar, berwudhu, dan setelah melaksanakan shalat sunnah, Aku akan bersujud, memohon pada Tuhan dengan do’a berikut, ‘Wahai Tuhanku, berilah hamba kekuatan untuk menjalankan kesulitan-kesulitan dan rasa sakit dari Cinta-Mu.’ Lalu Aku akan shalat Fajar bersama dengan Syaikh. Ketika Syaikhku keluar, beliau melihat ke arahku dan berkata, seolah-olah beliau telah bersamaku ketika Aku berdo’a tadi, ‘Wahai anakku, kau harus mengubah cara berdo’amu. Daripada berdoa seperti doamu tadi lebih baik engkau berdoa, ‘Ya Allah swt Anugerahkanlah ridha-Mu pada hamba yang lemah ini”

“Tuhan tidak senang hamba-Nya berada dalam kesulitan. Walau Tuhan dalam Kearifan-Nya mungkin memberikan kesulitan pada hamba-Nya untuk mengujinya, sang hamba tak boleh meminta untuk berada dalam kesulitan. Hal ini berarti tidak menghormati Tuhanmu”

“Ketika Syah Naqsyband mendapat pakaian baru, beliau akan memberikannya kepada orang lain untuk dipakai. Setelah mereka memakainya, beliau akan meminjamnya kembali”

Ketika seorang Syaikh Memintanya untuk menjadi muridnya, beliau menjawab “Wahai Syaikhku, Aku adalah anak dari orang lain dan Aku adalah pengikutnya. Bahkan bila kau tawarkan untuk merawatku dengan susu dari maqam yang lebih tinggi, Aku tak dapat menerimanya, kecuali dari seseorang yang kepadanya Aku berikan hidupku dan daripadanya Aku mengambil bay’at “

Ketika Khalwat

“Aku duduk bersama seorang teman, dalam pengasingan (khalwat), tiba-tiba langit terbuka dan suatu pemandangan yang agung datang padaku dan Aku mendengar sebuah suara yang berkata, ‘Tidakkah cukup bagimu meninggalkan setiap orang dan datang ke Hadirat Kami sendirian saja?’ Suara ini membuatku gemetar dan lari dari rumah itu. Aku berlari ke sebuah sungai di mana Aku lalu menyeburkan diri. Aku mencuci pakaianku lalu shalat dua rakaat dengan cara yang belum pernah Aku lakukan sebelumnya, Aku merasa seolah-olah sedang shalat dalam Hadirat-Nya. Segalanya begitu terbuka ke dalam hatiku dalam bentuk tanpa sekat (kashf). Seluruh semesta lenyap dan Aku tak menghiraukan apa pun kecuali berdo’a ke Hadirat-Nya” ”Bila aku menemukan sesuatu aku bersyukur kepada Allah, dan bila tidak, Aku bersabar ”

“Jangan abaikan hal sekecil apapun dari kebaikan dan perbuatan-perbuatan mulia yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw” “Untuk menyangkal keberadaanmu dan untuk mengacuhkan dan mengabaikan egomu adalah yang berlaku dalam thariqat ini” “Aku melihat bahwa setiap orang menyediakan suatu manfaat dan hanya Akulah yang tak memberikannya”

‘Ya Allah, anugerahilah aku dengan setetes dari Samudra Rahmat dan Berkah-Mu.’ Dan jawabannya datang, ‘Kau hanya meminta setetes dari Ke-Maha Pemurahan Kami?’ Hal ini laksana jutaan tamparan keras di wajahku dan sengatannya tersisa di pipiku selama berhari-hari. Kemudian suatu hari Aku berkata, ‘Ya, Allah anugerahilah hamba dari Samudra Rahmat dan Berkah-Mu, Kekuatan untuk membawanya.

Tentang Berjalan dalam Jalur ini

”Apakah di balik cerita Rasulullah saw, ‘Sebagian dari iman adalah memindahkan apa-apa yang membahayakan dari Jalan?’ Yang Beliau maksud dengan ‘yang membahayakan’ itu adalah ego, dan yang Beliau maksud dengan ‘Jalan’ adalah Jalan Menuju Allah swt, sebagaimana Dia berfirman kepada Bayazid al-Bistami , ‘Tinggalkan egomu dan datanglah pada Kami”

”Suatu ketika beliau ditanya, ‘Apa yang dimaksud dengan Berjalan dalam Jalur? Beliau berkata, Detailnya dalam pengetahuan spiritual” “Mereka bertanya, ‘Apakah detail dalam pengetahuan spiritual itu?’ Beliau menjawab,Orang yang mengetahui dan menerima apa yang dia ketahui akan diangkat dari keadaan bukti nyata kepada keadaan pengelihatan”

Mencintai Allah dan Rasululullah saw

“Barang siapa yang meminta untuk berada di Jalan Allah maka dia telah meminta jalan penderitaan. Diriwayatkan oleh Rasulullah saw, ‘Barang siapa yang mencintaiku maka aku akan membebaninya.’ Seseorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata, ‘Wahai Nabi saw, Aku mencintaimu,’ dan Nabi saw berkata, ‘Maka bersiaplah untuk menjadi miskin.’ Lain waktu orang lain lagi datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Ya, Rasulullah, Aku mencintai Allah,’ dan Rasulullah berkata, ‘Maka siapkanlah dirimu untuk penderitaan”

“Beliau membaca sebuah ayat, Setiap orang mendambakan kebaikan,Namun tak seorang pun telah meraih kenaikan, Melainkan dengan mencintai Sang Pencipta kebaikan”

“Beliau berkata, ‘Barang siapa yang mencintai dirinya sendiri, harus menyangkal dirinya, dan barang siapa yang menginginkan yang lain selain dirinya sendiri, sesungguhnya yang diinginkannya hanyalah dirinya sendiri”

Tentang Pelatihan Spiritual

Ada tiga jalan di mana para murid meraih pengetahuannya, Muraqaba-Perenungan (kontemplasi) Musyahada-Pengelihatan, Muhasaba-Penghitungan. “Dalam keadaan perenungan, si pencari melupakan mahkluk dan hanya mengingat Sang Khalik saja. Dalam keadaan pengelihatan, ilham dari Yang Ghaib mendatangi hati si pencari dengan disertai dua keadaan: penciutan dan pengembangan. Pada keadaan penciutan, pengelihatan adalah tentang Ke-MahaKuasa-an, dan pada keadaan pengembangan pengelihatan adalah tentang Ke-Maha-Indahan. Pada keadaan penghitungan, si Pencari mengevaluasi setiap jam yang telah lewat: apakah dia berada seluruhnya bersama Allah ataukah berada seluruhnya bersama dunia? ”

”Si pencari dalam thariqat ini pastilah amat sibuk menolak bisikan Setan dan godaan egonya. Dia mungkin menolaknya bahkan sebelum mereka mencapainya; atau dia mungkin menolaknya setelah mereka mencapainya namun sebelum mereka memegang kendali atasnya, pencari lain, mungkin saja tidak menolaknya hingga mereka mencapainya dan mengendalikannya.

Dia tak akan mendapatkan buahnya, karena pada saat seperti itu adalah mustahil untuk mengeluarkan bisikan-bisikan itu dari hatinya”

Tentang Maqam Spiritual

“Bagaimanakah hamba-hamba Allah melihat perbuatan yang tersembunyi dan bisikan-bisikan hati? Beliau menjawab, Dengan cahaya pengelihatan yang dianugerahkan Allah pada mereka, seperti yang tertera dalam Hadits suci, ‘Waspadalah dengan pengelihatan orang-orang yang beriman, karena dia melihat dengan Cahaya Allah swt”

“Beliau diminta untuk memperlihatkan kekuatan ajaibnya. Beliau berkata, Keajaiban apakah yang lebih dahsyat yang ingin kau lihat daripada kenyataan bahwa kita masih berjalan di muka bumi ini dengan semua dosa di atas dan sekeliling kita”

“Beliau ditanya, ‘Siapakah para pembaca dan siapakah gerangan sang Sufi yang dimaksud oleh Junayd dengan kata-kata, ”Putuskanlah dirimu dari para pembaca kitab-kitab, dan bergabunglah dengan para Sufi? Beliau berkata, ‘Para pembaca adalah orang yang sibuk dengan kata-kata dan nama-nama, dan Sufi adalah seseorang yang sibuk dengan inti sari dari nama-nama tersebut”

“Beliau memperingatkan, ‘Bila seorang murid, seorang Syaikh atau siapa pun bicara tentang suatu keadaan yang belum didapatkannya, Allah swt akan mencegahnya dari mencapai keadaan tersebut. Beliau berkata, ’Cermin dari setiap Syaikh memiliki dua arah. Namun cermin kita memiliki enam arah”

“Apa yang dimaksudkan dengan al-Hadits, ‘Aku beserta orang-orang yang mengingat-Ku,’ merupakan bukti nyata yang mendukung orang-orang yang di dalam hatinya senantiasa mengingat-Nya” “Dan sabda Nabi yang lainnya berbicara atas Nama Allah , ‘Puasa itu adalah bagi-Ku’ merupakan suatu pernyataan bahwa sebenar-benarnya puasa adalah puasa dari segala sesuatu selain Allah”

Tentang Kemiskinan Spiritual

Beliau ditanya, “Mengapa mereka disebut al-fuqara (orang yang miskin)?” Beliau menjawab, karena mereka miskin, namun mereka tak perlu memohon. Seperti halnya Nabi Ibrahim as, ketika beliau dilemparkan ke dalam api dan Jibril as datang dan bertanya ‘Apakah kau perlu pertolongan?,’ dijawabnya, ‘Aku tak perlu meminta sesuatu, Dia Maha Tahu keadaanku”

“Kemiskinan merupakan pertanda penghancuran dan penghapusan atribut-atribut kebendaan”

“Beliau pernah ditanya, ‘Siapakah si miskin itu?’ Tak seorang pun menjawabnya. Beliau berkata, ‘Si miskin adalah orang yang di dalamnya selalu berjuang dan di luarnya selalu berada dalam ketenangan”

Tentang Adab terhadap Syaikh Seseorang

“Amatlah penting bagi para pengikut, bila dia merasa bingung terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan Syaikhnya dan tak dapat memahami alasannya, untuk bersabar dan menjalankannya, dan tak menjadi curiga. Bila dia seorang pemula, dia mungkin bertanya; namun bila dia seorang murid, dia tak punya alasan untuk bertanya dan harus tetap bersabar dengan apa yang belum dia pahami”

“Adalah tak mungkin untuk meraih cinta dari hamba-hamba Allah swt hingga engkau keluar dari dirimu sendiri”

“Dalam Thariqat kita, terdapat tiga kategori adab: Adab karimah terhadap Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi, mengharuskan murid untuk menyempurnakan ibadahnya baik secara eksternal maupun internal, menjauhi semua larangan-Nya dan menjalankan segala apa yang telah diperintahkan-Nya dan meninggalkan segala sesuatu selain Allah“

“Adab karimah terhadap Nabi Muhammad saw, mengharuskan murid untuk membumbung tinggi pada keadaan yang disebutkan dalam ayat in kuntum tuhibbun Allah fattabi’unii (bila kamu ingin mencintai Allah, maka ikutilah aku) [3:31]. Dia harus mengikuti semua keadaan Rasulullah. Dia harus tahu bahwa Rasulullah adalah jembatan antara Allah dengan mahkluk-Nya dan bahwa segala sesuatu di bumi ini berada di bawah perintahnya yang mulia”

“Adab karimah terhadap para Syaikh merupakan suatu keharusan bagi setiap pencari. Para Syaikh merupakan penyebab dan alat untuk mengikuti jejak Rasulullah saw. Adalah suatu kewajiban bagi para pencari, baik dalam kehadiran mereka maupun dalam ketidakhadirannya, untuk menjalankan perintah-perintah dari Syaikh tersebut”

Tentang Niat

“Sangatlah penting untuk meluruskan niat, karena niat itu dari dunia ghaib, bukan dari dunia materi. Untuk alasan tersebut, Ibnu Sirin (penulis buku tabir mimpi) tidak berdo’a pada shalat jenazah Hasan al-Basri . Beliau berkata, ‘Bagaimana Aku dapat berdo’a ketika niatku belum mencapaiku dan menghubungkanku dengan yang ghaib?”

“ Niat (niyyah) sangat penting, karena dia terdiri atas 3 huruf, yaitu: Nun, yang melambangkan nur Allah, Cahaya Allah ; Ya, yang melambangkan yad Allah, Tangan Allah ; dan Ha, yang

melambangkan hidayat Allah, Bimbingan Allah . Niat adalah hembusan jiwa”

Tentang Tugas-Tugas Para Awliya

“Allah swt menciptakan aku untuk menghancurkan kehidupan materialistik, tetapi orang-orang menginginkan aku untuk membangun kehidupan materialistik mereka”

“Hamba-hamba Allah menanggung beban penciptaan agar semua ciptaan belajar darinya. Allah swt melihat pada hati Awliya-Nya dengan cahaya-cahaya-Nya, dan siapa pun yang berada di sekeliling wali itu dia akan mendapat berkah dari cahaya tersebut”

“Syaikh harus mengetahui tingkatan muridnya dalam tiga kategori, yaitu: di masa lalu, masa kini, dan masa depan agar dia dapat menaikkan (maqam)-nya”

“Siapa pun yang melakukan bay’at dengan kita dan mengikuti kita dan mencintai kita, apakah dia dekat atau jauh, di mana pun dia berada, bahkan jika dia berada di Timur dan kami di Barat, kami memeliharanya dengan aliran cinta dan memberinya cahaya dalam kehidupan sehari-harinya”

Tentang Dzikir Keras (Zahar) dan Dzikir Dalam Hati (Khafi)

“Dari kehadiran al-Azizan ada dua metode dzikir, yaitu dzikir khafi (dalam hati) dan dzikir zahar (keras). Aku menyukai dzikir dalam hati karena dia lebih kuat dan lebih bijaksana” “Izin untuk melakukan dzikir harus diberikan oleh orang yang sempurna, agar bisa mempengaruhi orang yang menggunakannya, sebagaimana halnya panah dari seorang yang ahli memanah lebih baik daripada

panah yang dilepaskan dari busur orang biasa”

Kesadaran akan Waktu (wuquf zamani)

“Kesadaran akan waktu berarti memperhatikan ketenangan seseorang dan mengecek kecenderungan seseorang kepada kelalaian. Para pencari harus mengetahui berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bergerak menuju kematangan spiritual dan harus mengenal di tempat apa dia telah sampai dalam perjalannya menuju Hadirat Ilahi”

“ Para pencari harus membuat kemajuan dengan segala usahanya. Dia harus menghabiskan seluruh waktunya untuk satu tujuan yaitu sampai di maqam Cinta Ilahi dan Hadirat Ilahi. Dia harus menjadi sadar bahwa dalam segala usahanya dan dalam segala tindakannya Allah menyaksikan sampai sedetail-detailnya. Para pencari harus membuat catatan mengenai tindakan dan niatnya setiap hari dan setiap malam dan menganalisa tindakannya setiap jam, setiap detik, dan setiap saat. Jika semuanya baik, dia bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Jika tindakannya buruk, dia harus bertaubat dan memohon ampun kepada Allah swt”

Pandangan Syaikh Sarafuddin tentang Syaikh Bahaudin Naqshbandi

“Penerus beliau, Grandsyaikh kita, Syaikh `Abdullah ad-Daghestani, menceritakan hal berikut dalam ceramahnya: Suatu ketika, dalam salah satu meditasiku, Syaikh Syarafuddin mendatangiku dan berkata mengenai kebesaran dan keistimewaan Shah Naqsyaband. Beliau memujinya dan mengatakan bagaimana Shah Naqsyaband akan memberikan perantaraan di Hari Pembalasan. Beliau berkata, ‘Jika seseorang melihat mata Shah Naqsyaband, dia akan melihat mata beliau berputar, bagian yang putih di hitam dan yang hitam di putih. Beliau bermaksud menyimpan kekuatan spiritualnya untuk Hari Pembalasan dan tidak menggunakannya di dunia ini”

“Pada Hari Pembalasan Syaikh Naqshbandi akan mengeluarkan cahaya dari mata kanannya, cahaya itu lalu mengelilingi banyak orang dalam perkumpulannya dan masuk kembali ke mata kirinya. Siapa pun yang berada dalam lingkaran itu akan masuk Surga dan terhindar dari Neraka. Beliau akan mengisi keempat Surga dengan perantaraannya itu”

“Ketika beliau sedang melukiskan peristiwa besar itu, Aku menyaksikan panorama yang kuat di mana Aku menyaksikan Peristiwa Hari Pembalasan dan melihat Shah Naqsyaband mengeluarkan cahaya, dan menyelamatkan orang-orang. Ketika Aku sedang mengamati hal itu, Aku merasakan cinta yang sangat dalam kepada Shah Naqsyaband, lalu Aku berlari menuju beliau dan mencium tangannya. Kemudian panorama itu menghilang dan Syaikhku pergi”

“Aku melanjutkan meditasiku pada hari itu dengan berdzikir, membaca al-Qur’an dan melakukan shalat. Di malam harinya, setelah melaksanakan shalat ‘Isya, Aku mengalami keadaan tidak sadarkan diri dan menempatkan Aku ke dalam keadaan panorama spiritual. Aku melihat Shah Naqsyaband memasuki ruangan. Beliau berkata kepadaku, ‘Anakku, datanglah kepadaku.’ Kemudian rohku meninggalkan jasad dan Aku melihat tubuhku berada di bawahku dan tidak bergerak. Aku lalu menemani Shah Naqsyaband, Kami menjelajahi ruang dan waktu, bukan dengan kekuatan melihat, lalu mencapai tempat yang dilihat itu, tetapi dengan kekuatan dimana ketika kami baru memikirkan suatu tempat, kami tiba di tempat itu. Selama tiga

Selasa, 22 Jun 2010

bayangan

Tatkala kudatangi sebuah CERMIN, Tampaklah sosok yang sudah sangat lama kukenal dan sangat sering kulihat. Namun aneh… Sesungguhnya aku BELUM MENGENAL siapa yang kulihat. Tatkala kutatap WAJAH, hatiku bertanya : Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya Dan bersinar indah di Surga sana? Ataukah wajah ini yang hangus legam di Neraka Jahanam? Tatkala kumenatap MATA, nanar hatiku bertanya : Mata inikah yang akan menatap Allah.. Menatap Rasulullah, dan Kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang terbeliak, melotot, terburai menatap neraka jahanam? Akankah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata , apa gerangan yang kau tatap selama ini? Tatkala kutatap MULUT.. Apakah mulut ini yang kelak mendesah penuh kerinduan Mengucap LAA ILAAHA ILLALLAAH saat malaikat maut menjemput? Ataukah menjadi mulut yang menganga dengan lidah menjulur, dengan lengkingan jerit pilu … yang mencopot sendi-sendi setiap yang mendengar? Ataukah mulut ini jadi pemakan buah zaqun jahanam yang getir, penghangus dan penghancur setiap usus? Apakah gerangan yang engkau ucapkan Wahai mulut yang malang? Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan? Berapa banyak hati yang remuk … Dengan sayatan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata semanis madu… Yang palsu yang engkau ucapkan untuk menipu? Berapa sering engkau berkata jujur? Berapa langkanya engkau dengan syahdu memohon agar Allah mengampunimu? Tatkala kutatap TUBUHku, apakah tubuh ini… Yang kelak menyala penuh cahaya bersinar… Bersuka cita dan bercengkrama disurga? Ataukah tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih… Dalam lahar neraka jahanam, Terpasung tanpa ampun, Menderita yang tak akan pernah berakhir? Wahai tubuh , berapa banyak maksiat yang telah engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba yang lemah… Yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan- tanpa peduli, Padahal engkau mampu? Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas? Ketika kutatap hai tubuh, Seperti apakah gerangan isi HATImu? Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu? Ataukah sekotor daki-daki yang melekat ditubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu. Ataukah selemah daun-daun yang sudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu, Ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu? Betapa beda.... Betapa BEDA apa yang tampak di cermin dengan apa yang tersembunyi... Aku telah tertipu oleh TOPENG yang selama ini tampak Betapa banyak pujian yang terhampar hanyalah memuji topeng Sedangkan aku.... hanyalah seonggok sampah yang terbungkus Aku tertipu... Aku malu Ya Allah... Ya Allah... selamatkan aku.... Amin...Ya Rabbil 'alamin

Tuhanku

Bismillahirrahmanirrahim, Semua pastinya pernah mengalami pasang surut kehidupan ini.Dan kadang rasanya sulit sekali untuk dilalui..ada rasa sedih,marah,kecewa dan perasaan-perasaan yang tidak enak lainnya. Disaat kita kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup kita,disaat kita tidak mendapatkan apa yang kita cita-citakan,disaat Allah menguji kita,itulah saatnya kita mengingat kembali apa yang paling berarti dan paling berharga di hidup ini,yaitu iman kita sebagai seorang hamba Allah. Tahukah anda, jika kita termasuk orang yang beriman, maka Allah akan senantiasa menghibur kita dengan FirmanNya yang terdapat dalam ayat ke-139 dari surat Ali 'Imran, yang artinya: "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman". Dan di surat Al-Insyirah 1-6,Allah memberi semangat kepada kita dengan firmannya: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Demikian juga di surat An Nahl ayat 97,Allah akan menghadiahi hambaNya yang beriman: "Siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." Surat-surat diatas hanya beberapa dari banyaknya firman Allah yang membesarkan hati hamba-Nya yang beriman. Bila kita lihat dalam QS Ali Imran:91 yang berbunyi : "Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong". Ternyata keimanan yang kita bawa ini lebih mahal dari pada emas seberat bumi,adakah kekayaan yang sebesar itu? Firman Allah ini benar-benar akan membuat umat islam akan selalu merasa kaya dan jauh dari kesedihan yang berlebihan. Keimanan adalah kekayaan terbesar dalam hidup ini, yang tidak pantas ditukar dengan apa pun. Kita semua harus merasa beruntung karenanya. Ingatlah kata-kata Abdul Aziz bin Rawwad rahimahullâh: “Kemuliaan Allah bukan dimiliki oleh orang yang mengenakan kain sutra dan memakan roti gandum, atau dimiliki oleh orang yang mengenakan kain wol dan memakan gandum. Kemuliaan Allah dimiliki oleh orang yang ridha atas apa yang ditetapkan (takdir) Allah kepada dirinya.” Semua kesedihan,kekecewaan dan peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakan di hidup kita,janganlah membuat kita kecil hati.Karena dibalik itu semua Allah sudah menyiapkan hadiah-hadiah yang indah untuk hamba-hambaNya yang tetap beramal saleh dan beriman. Betapa banyak kau mengeluh dan berkata tak punya apa-apa Padahal bumi, langit dan bintang adalah milikmu Ladang, bunga segar, bunga yang semerbak Burung bulbul yang bernyanyi riang Air di sekitarmu memancar berdecak Dunia ceria kepadamu lalu mengapa kau cemberut Dan dia tersenyum kenapa kau tidak tersenyum Lihatlah masih ada gambar-gambar Yang mengintip di balik embun Seakan bicara karena indahnya (‘Aidh al-Qarni) "Ya Allah,berikanlah kepada kami iman yang kuat dan keyakinan yang tidak lagi dipengaruhi kekufuran dan berikanlah kepada kami rahmat yang dengannya kami mencapai kemuliaan dari kemuliaan-Mu di dunia dan di akhirat. .Amiin Ya Rabbal alamin"

mengukur fatamorgana

Hidup kadang seperti rangkaian bias-bias sinar terik yang membentuk fatamorgana. Terlihat begitu indah. Segar menawan. Ia melambai-lambai, membuat ruhani yang haus kian terpedaya. Seperti itulah rupa hidup buat sebagian orang. Seperti itulah ketika kesenjangan antara idealita dengan realita tak lagi menumbuhkan kesadaran. Bahwa, hidup penuh perjuangan. Yang muncul selanjutnya adalah angan-angan. Andai saya bisa. Andai saya kaya! Kesenjangan makin parah ketika tarikan-tarikan idealita punya dua tangan. Adanya obsesi hidup serba lengkap di satu sisi, serta pergaulan yang begitu akrab dengan dunia serba mewah. Entah kenapa, ingatan begitu kuat menyimpan sederet merek mobil mewah, lokasi wisata kelas tinggi, trend baru seputar busana, handphone dan sebagainya. Ada selera hidup yang, boleh jadi, di luar kemestian. Padahal, kenyataan diri berkali-kali menegaskan bahwa semua tuntutan gaya hidup itu di luar kemampuan. Bahwa, membayang-bayangkan sesuatu di luar kesanggupan hanya menguras energi tanpa manfaat. Seolah diri ingin mengatakan, “Inilah kenyataan. Terimalah. Jangan mimpi. Jangan terbuai angan-angan!” Namun, penegasan itu sulit diterima diri yang terus dipermainkan nafsu. Pada saat yang sama, kesadaran jiwa kian tenggelam dengan angan-angan. Terus tersiksa dengan segala ketidakmampuan. Cahaya iman meredup. Hati pun menjadi gelap. Seorang sahabat Rasulullah saw., Abdullah bin Mas’ud, pernah memberikan nasihat. Ada empat hal yang menyebabkan hati manusia menjadi gelap. Yaitu, perut yang terlalu kenyang, berakrab-akrab dengan orang-orang zalim, melupakan dosa-dosa masa silam tanpa ada perasaan menyesal. Dan terakhir, panjang angan-angan. Beliau radhiyallahu‘anhu juga memberikan nasihat sebaliknya. Ada empat hal yang membuat manusia memiliki hati yang terang. Yaitu, adanya kehati-hatian dalam mengisi perut, bergaul dengan orang-orang yang baik, mengenang dosa-dosa dengan penuh penyesalan. Dan keempat, pendek angan-angan. Seperti itulah nasihat singkat dari seorang sahabat Rasul yang sejak kecil hidup apa adanya. Tapi kemudian, tumbuh menjadi seorang pakar Alquran, ahli fikih, dan beberapa penguasaan ilmu lain. Umar bin Khattab pernah berkomentar tentang sosok Abdullah bin Mas’ud. “Sungguh ia terpelihara oleh kefaqihan dan ketinggian ilmunya.” Ada beberapa sebab kenapa angan-angan kian memanjang. Pertama, keringnya hati dalam mengingat Allah swt. Kekosongan-kekosongan itulah yang menjadi lahan subur tumbuhnya angan-angan. Allah swt. berfirman, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadiid: 16) Kedua, adanya kecintaan pada dunia. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya dunia itu laut yang dalam. Telah banyak orang yang tenggelam di dalamnya. Maka hendaklah perahu duniamu itu senantiasa takwa kepada Allah ‘Azza Wajalla. Isinya iman kepada Allah Ta’ala. Dan layarnya berupa tawakkal penuh pada Allah swt. Anakku, berpuasalah dari dunia dan berbukalah pada akhirat.” Seorang ulama seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah memberikan nasihat soal ini. Janganlah sekali-kali menatap dan merenungi harta orang lain. Karena di situlah peluang setan menyusupkan godaannya. Ketiga, menghinakan nikmat Allah. Sangan wajar jika seorang manusia ingin hidup kaya. Dan Islam sedikit pun tidak melarang umatnya menjadi orang kaya. Justru, ada hadits Rasulullah saw. yang mengatakan, “Kaadal faqru ayyakuuna kufron” (Boleh jadi kefakiran menjadikan seseorang kepada kekafiran) Masalahnya tidak pada sisi itu. Ketika seseorang tidak mampu menerima kenyataan apa adanya, ada sesuatu yang hilang. Itulah syukur terhadap nikmat Allah. Rasulullah saw. bersabda, “Dua hal apabila dimiliki seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (HR. Attirmidzi) Jika seorang hamba Allah kurang bersyukur, yang terjadi berikutnya adalah buruk sangka pada Allah swt. Menganggap Allah kurang bijaksana. Menganggap Allah tidak adil. Padahal, semua kebijaksanaan Allah adalah pilihan yang terbaik buat hamba-Nya. Boleh jadi, kemiskinan buat seseorang memang merupakan situasi yang tepat buat hamba Allah itu. Seperti itulah firman Allah dalam surah Asy-Syura ayat 27. “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” Terakhir, adanya kekaguman terhadap seseorang karena sisi kekayaannya. Begitulah mereka yang kehilangan identitas keimanannya. Gampang kagum dengan sesuatu dari kulit luarnya: penampilan dan kekayaan. Padahal, kenyataan hidup yang terlihat tidak seindah yang dibayangkan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” (QS. Ali Imran: 196) Kehidupan memang tak bisa lepas dari pemandangan menipu sejenis fatamorgana. Tapi semua itu tidak akan mampu menggoda hati-hati yang tidak dahaga. Karena nikmat Allah yang ada sudah teramat layak untuk disyukuri. Wallohhualam bisowab.